Sabtu, 24 Mei 2014

BERPERANG DENGAN PESAN

BERPERANG DENGAN PESAN

Oleh : Fuad Erdansyah*

Iklan pernah diluncurkan dalam bentuk teriakan seperti penjaja kue dari lorong ke lorong, di jalanan, di pasar, stasiun dan tempat tempat umum lainnya, biro-biro iklan pernah berkembang dan sukses,namun tidak bertahan lama sejak tahun 1963 keadaan ekonomi terus menurun karena konfrontasi dengan beberapa negara industri seperti Eropa dan Amerika sehingga produk-produk impor menurun tajam. Meski demikian masih ada satu perusahaan iklan di Jakarta InterVista, Ltd. pada tahun 1963 yang didirikan oleh Nuradi mantan diplomat yang pernah bekerja di perusahaan periklanan Singapura. Sejalan dengan kestabilan politik dan ekonomi tahun 1966, maka berbagai perusahaan multinasional merambah ke dalam negeri seperti CocaCola, Toyota, Mitsubishi, Fuji Film, Singapore Ailines, dll. hingga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan dampaknya adalah munculnya berbagai perusahaan periklanan yang dapat mencapai omset Rp 2.5 milyar (1971). Kemudian industri periklanan kembali mengalami penurunan ketika Presiden Soeharto mengeluarkan keputusannya mengenai pelarangan iklan di media TVRI pada tanggal 5 Januari 1981. Meski pasang surut industri periklanan pernah melanda negeri ini, namun industri periklanan dapat tumbuh dan berkembang sekaligus berkompetisi merebut pasarnya. Industri periklanan saat ini jauh lebih dinamis. Selain pertumbuhan ekonomi iklan mendapat ruang lebih luas sampai masuk ke alam virtual seperti televisi, internet, radio, handphone (Short Message Servise) sebagai produk komunikasi menuju sasarannya, dan sejak itu pula mulai dari tukang Bakso, Lurah, Caleg, , Camat, Bupati, Gubernur sampai Presiden semua bebas dan mudah menghadirkan iklannya.
Walau iklan tidak murah, tetapi bukan lagi barang mewah, siapa saja dapat menawarkan atau menjual apapun berkat dukungan iklan. Upaya seperti ini telah berlangsung secara permanen sejalan dengan kemajuan ekonomi. Iklan semakin bertaburan dalam persaingan eksistensi manusia, bahkan masuk dalam ranah ekonomi dan politik sekaligus alat penggerak ekonomi karena efektif melakukan berbagai terobosan sehingga iklan menjadi pasar komunikasi dan berevolusi menuju kompleksitasnya. Karena iklan ditujukan kepada khalayak ramai ia tidak merupakan komunikasi interpersonal melainkan non personal, baik dalam menawarkan dan menjual produk, hingga mengantar orang menjadi dikenal, merubah persepsi, opini, dan segala hal yang menyangkut dengan selera dan rasa manusia.
Berbagai dampak iklan saat ini pun mampu menggoyahkan angan-angan dan harapan manusia. Sejak bangun pagi sampai menjelang tidur, iklan hadir dengan segala caranya mulai dari audio sampai visual, bahkan dalam genggaman alat komunikasi pun iklan kerap menghampiri kita bahkan ketika tidur iklan mampu menyusup karena iklan telah digerakan oleh mesin teknologi informasi yang tidak mengenal batas wilayah privasi seseorang ironisnya semua bisa hadir tanpa permisi. Kesemenaannya mengusik dan menggoda alam khayali manusia. Bahkan secara psikis terus mendorong prilaku kita ke arah yang berubah dari a sampai z, dengan demikian sadar atau tidak, kita sesungguhnya telah dibungkus oleh berbagai pesan.
Karena iklan membawa pesan untuk dikomunikasikan kepada khalayak, maka dibutuhkan teknik penyampaian yang efisien dan efektif tanpa meninggalkan prinsip-prinsip komunikasi. Dengan demikian iklan di desain terlebih dahulu sesuai kebutuhan dan tujuannya. Proses dalam mencapai sasaran ini disebut sebagai sebuah proses desain komunikasi visual, implikasinya adalah investasi panjang yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Lalu efektifitas komunikasi seperti apakah yang diharapkan agar iklan tidak menjadi barang yang mubajir terhambur sia-sia karena besarnya biaya yang dikeluarkan. Pertanyaan demikian tidak serta merta dapat ditemukan jawabannya. Karena iklan merupakan kumpulan dari berbagai simbol dan sistem komunikasi, maka dibutuhkan penjelasan dari komponen yang menjadi simbol pada tubuh iklan tersebut. Pembuatan iklan seyogianya mempertimbangkan aspek sasaran, apakah iklan tersebut menganggu, merayu, atau menipu. Banyak kasus penipuan juga bermula dari iklan. Beberapa kasus yang pernah ditemukan adalah kasus kupon berhadiah mengatas namakan produk kosmetik atau rumah tangga, telekomunikasi,dll., namun ketika dikonfirmasi ke perusahaan yang bersangkutan ternyata iklan tersebut tidak ada. Beberapa iklan yang telah banyak mengambil korban seperti undian berhadiah atas nama operator selular dengan modus sasaran atau target diminta mengirimkan nomor rekening atau sejumlah uang. Banyak lagi kasus-kasus lainnya, Kasus-kasus tersebut menunjukan betapa kesemenaan berlangsung tanpa ada pihak yang bisa mencegah (protection). Banyak yang menjadi korban dan tidak dapat menyelesaikan masalahnya secara hukum, melainkan dianggap sebagai nasib sial. Meski disini iklan dapat merugikan orang lain, namun keberadaannya tetap menjadi kebutuhan banyak orang, karena iklan adalah sumber informasi.
Dominasi iklan kini nyaris tak bisa dihindari, ia telah menjadi otonomi pada benak kita, godaan dengan berbagai strategi masuk dengan pencitraannya yang amat kompleks. Bahkan dalam persaingannya iklan dirancang dengan berbagai inovasi dan kreativitasnya sekaligus menjadi media ekspresi estetik, fungsi, bahkan iklan dapat mencerminkan kondisi budaya masyarakatnya. Salah catu contoh fenomena iklan yang menarik saat ini adalah ketika masa kampanye politik sedang berlangsung. Berbagai pencitraan dari tokoh-tokoh populer, artis atau selebiriti, atlit, , karya seni, religiulitas, anak-anak, sampai ke merk produk (brand) menjadi laris manis sekaligus umpan dalam menarik simpati massa , narasinyapun berbagai bentuk dari yang verbal (teks) maupun non verbal berupa gambar atau foto .
Ikon populer mulai menggejala sejak iklan mampu mempromosikan berbagai produk secara simultan hingga semua yang dipromosikan menjadi terkenal. Ikon popular tampil mewakili jiwa, gaya hidup, ideologi, heroisme, kemiskinan, kemapanan, idealisme, kecantikan, ketampanan semua dipinjam sebagai replika janji, ideologi dan orientasi.
Media massa turut memberikan lahan bagi arena iklan yang sedang berperang , biro-biro iklan, team sukses, event organizer dan rumah produksi yang terkait meluncurkan berbagai strategi dan desain, guna menghadirkan citra orang lain, membentuk opini, dan apresiasi, disini terjadi peperangan yang disebut sebagai ”perang desain”. Ikon populer menjadi ekspresi budaya yang mulai diterima kehadirannya sekaligus sebagai produk masyarakat urban, berkembang bagai jamur, hadir dimana-mana sebagai bahasa simbol pada musim kampanye. Maka ketika kampanye Pilpres tengah berlangsung apakah ikon- ikon populer masih akan bertaburan seperti masa pemilihan caleg yang baru lalu, atau ikon tersebut telah direduksi kedalam wujud lain yang inderawinya tak kita pahami lagi.

0 komentar:

Posting Komentar